TAK KUASA: Kakak almarhumah Detty Kurnia, Dewi Kania (tengah), didampingi keluarga ngolongan keranda jenazah sebelum dimakamkan di TPA Gumuruh, Bandung, kemarin. (ERIEK TAOPIK/BANDUNG EKSPRES)
Empat Tahun Tak Pernah Menyerah Melawan Kanker Payudara
Laporan: Eriek Taopik, BANDUNG
Tetesan air mata seolah tak henti mengiringi kepergian seniman Sunda yang terbilang senior ini. Bertempat di rumah duka di Gang Masjid Kecamatan Kiaracondong Kota Bandung, tampak ratusan pelayat dari kalangan seniman dan warga memadati rumah duka yang selama ini didiami almarhumah.
Suasana semakin haru tatkala keluarga dan tetangga almarhumah malakukan tradisi ngolongan jenazah. Malah, seorang kakak almarhumah, Dewi Kania tak kuasa berjalan hingga harus dibopong keluarga lainnya.
Tradisi ngolongan jenazah terlihat cukup lama tatkala para tetangga, rekan seniman dan penggemar Dety turut mengikuti tradisi ngolongan ini, sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada perempuan yang semasa hidup dikenal gigih melawan penyakitnya itu.
Menurut Ahmad Arifin, adik almarhumah, selama empat tahun berjuang melawan kanker, kakaknya tidak pernah berhenti untuk berharap sembuh. Meski harus keluar masuk rumah sakit, almarhumah tak pernah mengeluh dengan penyakitnya itu. Meski akhirnya, Tuhan pula lah yang menentukan takdirnya.
Pria yang akrab sapa Ayang ini mengatakan, menjelang wafatnya, Dety mengalami kerusakan pada sisa jahitan operasi, setelah sebelumnya sempat diambil cairan dari paru-paru. Akibat kerusakan jahitan itu, Dety mengalami pendarahan hebat yang akhirnya menutup usia almarhumah di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
“Kemarin malam, Dety mengalami pendarahan hebat sampai tidak sadarkan diri. Hingga pukul delapan pagi tadi (kemarin, red), Dety dinyatakan meninggal,” kata Ayang di rumah duka. Almarhumah meninggalkan satu anak perempuan, satu kakak dan satu adik.
Sementara itu, dari kalangan pelayat tampak seniman senior Sunda, Nano S. Pencipta lagu Sunda ini mengaku kehilangan atas meninggalnya sosok ibu satu anak ini. “Dia sosok seniman yang sangat cerdas dan memiliki talenta yang sangat besar. Almarhumah bisa membawakan tembang sindenan menjadi pop Sunda,” kata Nano S di rumah duka.
Nano bisa dibilang bukan pencipta lagu pertama yang membidani talenta Dety. Sebab, menurut Nano, Dety juga dibesarkan oleh nama-nama pencipta lagu lain yang cukup populer. Pun demikian, ingatan mengenai sosok Dety sendiri, Nano ingat pada satu lagu, yakni tembang “Rayungan”. Sebab lagu ini tidak hanya populer di kancah lagu lokal, namun nyatanya menembus kancah tangga lagu di Jepang pada 1988 dengan judul “Hana” yang berarti kembang.
“Lagu tersebut disukai orang jepang. Anehnya, Dety menyanyikan lagu tersebut lebih pasih dari orang Jepangnya sendiri,” tuturnya.
Dengan talenta serta pencapaian go international yang dilakukan Dety pada masanya, Nano pun akhirnya berkesimpulan jika Dety adalah penyanyi yang memiliki suara paling bagus di antara penyanyi pop Sunda lainnya.
Penilaian yang disampaikan bukan hanya dari sisi kepiawainnya saja, sisi kepribadiannya pun bagi Nano cukup bagus untuk dicontoh. Sebab, hingga akhir hayatnya, Dety terkenal someah dan tidak besar kepala dengan ketenarannya.
Sebagaimana arti dari tembang “Rayungan” yang berarti ingin bisa semua, pencapaian almarhumah juga tercatat dalam dunia siaran radio dan tata rias pengantin. Khusus di soal tata rias pengantin, beberapa tetangga bahkan menyebutkan, sebulan sebelun jatuh sakit lagi, dia masih menerima rias pengantin.
Namun, yang lebih dominan saat terjadinya pasang surut tangga lagu Sunda, Dety rupanya mencatatkan diri di bidang brodcasting radio. Dia menjadi salah seorang penyiar populer di acara karoke Sunda di Radio Dahlia. “Setiap kali Teh Dety bicara, pasti ada yang telepon. Saya pikir tidak ada penyiar yang disukai seperti itu,” ungkap Amelia atau akrab disapa Amel, penyiar Radio Dahlia, kepada Bandung Ekspres.
Wanita berjilbab ini pun memuji begitu bersahajanya Dety semasa hidup. Hampir tak ada selah catat prilaku yang diperlihatkan semasa dia hidup. Pandai bergaul pun menjadi salah satu ciri khas Dety dimata Amel.
Di balik pertemanannya, Amel mengaku, Dety termasuk dekat dengan dirinya. Bahkan curhat hati ke hati pun menjadi salah satu warna dalam pertemanan mereka.
Amel pun sempat mendengar curhat terakhir Dety pada saat menjalani perawatan di RSHS sekitar satu bulan lalu. Saat terbaring lemah, Dety sempat mengungkapkan usahanya melawan penyakit kanker payudara.
Dety memang tahu jika kematiannya sudah di ambang batas. Kankernya didiagnosa sudah sampai pada stadium empat. Dokter pun sudah angkat tangan terhadap penyakitnya. “Kesabaran Teh Dety ditunjukan dengan perjuangannya bertahan hidup. Dia tidak mau menyerah sampai maut menjemputnya,” pungkasnya. (*)
0 komentar
Posting Komentar