Susno Dibekingi Pengusaha

Usai Diperiksa Mabes Justru Terima Piala JAKARTA – Stamina fisik Komjen Susno Duadji bakal benar-benar terkuras selama beberapa hari ini. Penyidik Bareskrim Mabes Polri melakukan pemeriksaan maraton terhadap jenderal bintang tiga non job itu. Hari ini (22/4) Susno juga dijadwalkan diperiksa ulang.

Dety Kurnia, Pelantun Mawar Bodas itu Telah Gugur

Empat Tahun Tak Pernah Menyerah Melawan Kanker Payudara Tatar seni Sunda kehilangan seniman yang mengharumkan budaya Sunda di kancah internasional, Dety Kurnia. Di penghujung hayatnya, Selasa (20/4) pukul 08.00, pelantun tembang “Mawar Bodas” itu masih berupaya melawan kanker payudara yang menggerogotinya sejak empat tahun lalu.

Jaga Posisi Kalsemen

** Robby Waspadai Amunisi Pelita Jaya BANDUNG – Motivasi tinggi Pelita Jaya Karawang di ajang Liga Super Indoensia (LSI) patut diwaspadai pelatih dan pemain Persib Bandung. Pasalnya, menjamu Persib di Stadion Singaperbangsa, Karawang, malam ini (24/4), anak-anak asuhan Djajang Nurjaman tersebut, sangat berambisi bisa keluar dari zona degradasi. Terlebih, saat dikalahkan oleh Persib di ajang Piala Indonesia, Senin lalu (19/4), saat itu Djajang Nurjaman sengaja memarkirkan tiga pilar intinya demi persiapan liga super. Mereka, Eduardo da Silva, Esteban Vizcarra dan M Ridwan. Dan, hal inilah yang dipahami Pelatih Persib Robby Darwis. “Pertandingan besok (hari ini, red), tentu saja segalanya akan berbeda dibandingkan pertemuan lalu di copa (Piala Indonesia, red). Saya yakin, Pelita Jaya akan tampil ngotot,” ujar Robby kepada wartawan, kemarin.


Meski Dihantui Kematian, Tetap Setia dengan Delapan Proyektor
Layar tancap nyaris jadi sejarah. Pemutar film ukuran 16 dan 35 milimeter itu tak lagi punya generasi. Yang tersisa hanya Yoyo Budiman dengan Budiman Filmnya. Nonton bersama beratapkan langit pun bakal hilang, seiring perubahan paradigma cara meno


Laporan: Eriek Taopik, Bandung


SEKILAS tidak ada yang istimewa dari sosok pria berusia 61 tahun ini. Tapi, ketika bicara soal layar tancap atau film keliling, Yoyo termasuk satu-satunya penyewa yang kini tersisa.
"Saya tidak tahu berapa banyak lagi yang tersisa, karena sudah banyak rekan saya yang meninggal. Kalaupun tidak, mereka berpindah pekerjaan," kata Yoyo kepada Bandung Ekspres membuka pembicaraan.
Pada zaman keemasan film keliling (sekitar tahun 80an), Yoyo adalah satu dari sekian banyak penyewa film yang menggantungkan hidupnya dari penyewaan film ukuran 16 dan 35 milimeter itu. Yoyo saat itu terkenal dengan koleksi film yang lumayan komplit, dibandingkan penyewa layar tancap lainnya.
Meski terbilang cukup lengkap, film miliknya hanya berasal dari tiga genre; komedi, horor dan juga action. "Yang diminati oleh masyarakat di indonesia memang tiga genre itu. Lagipula, pemutaran film luar negeri memang tidak diperbolehkan," ungkapnya.
Sebut saja beberapa judul film yang sempat fenomenal seperti, Tutur Tinular, Mantili, Warkop DKI, hingga judul Mantili Rajawali dari Selatan pun masih tersimpan di rumahnya. Selain itu, delapan proyektor film itu masih bisa dipakai meski sudah termakan usia.
Tapi, apa boleh dikata, layar tancap memang berbeda dengan film. Jika ada ungkapan film Indonesia sedang mati suri, maka layar tancap memang sudah mati. Khususnya untuk Bandung dan sekitarnya.
"Yang saya tahu, hanya Bogor dan Karawang saja yang masih ada. Di Bandung memang sudah tidak ada," ungkapnya. Ayah dua anak ini, memang seperti tanpa beban. Tidak peduli orang lain berpindah haluan, tidak peduli dihantui kematian, tetap setia dengan delapan proyektor yang kini tersimpan di gudang tua yang penuh debu.
Dengan sedikit menyeka air mata, Yoyo menceritatakan perjuangannya ketika berkeliling memenuhi hasrat masyarakat tontonan film nasional. Jauh sebelum jadi raja film keliling, sekitar rahun 1970an sibuk sebagai karyawan bioskop bagian pemotongan karcis di sejumlah bioskop tua. Lima tahun kemudian, naik pangkat menjadi pengawas bioskop.
Rupanya, profesi ini yang mengispirasi menggeluti profesi yang dijalaninya saat ini. "Karena porsi kerja hanya siang hari, akhirnya saya berpikiran untuk menjadi penyewa film keliling pada malam hari," tandasnya..
Sama seperti kondisi umumnya, sempat mengalami ganjalan permodalan. Namun tidak meredupkan semangatnya untuk menghasilkan uang tambahan. Justru di balik itu, relasi dan pertemanan lebih keras berbicara.
Ini terjadi ketika membutuhkan proyektor yang harganya di luar jangkauannya. Dengan relasi yang luas, memperoleh dari rekan sesama penyewa film dengan cara kredit. Begitu pun dengan film 16 dan 35 milimeter yang juga disewanya per sekali tayang.
"Tapi dengan modal kredit itu, akhirnya saya bisa membeli semua peralatan itu dengan lengkap. Tentu, dengan waktu yang lumayan lama," tandasnya lagi.(*)

Related Post



0 komentar